Kecerdasan Buatan dan Manipulasi Perasaan

 

Brain rot menjadi kata yang paling banyak dipilih untuk mewakili tahun 2024. Hal ini dirilis oleh Oxford Word of The Year pada akhir tahun 2024 berdasarkan hasil survei yang melibatkan lebih dari 37.000 orang. Brain rot mengacu pada melemahnya fungsi otak akibat terlalu banyak terpapar konten yang kurang bermanfaat dari media sosial. Selain akses media sosial yang terlalu banyak, brain rot juga didukung dengan penggunaan produk-produk teknologi seperti kecerdasan buatan (AI) yang membuat daya berpikir kritis semakin menurun.

Dampak dari konten-konten yang kurang mengasah pikiran di media sosial telah dirasakan oleh berbagai negara. Bahkah di Australia akses terhadap media sosial dibatasi pada usia 16 tahun sehingga remaja di bawah usia tersebut tidak diperbolehkan mengakses media sosial. Aturan tersebut disahkan dalam bentuk undang-undang oleh Parlemen Australia. Australia menjadi negara pertama yang membatasi akses terhadap media sosial dalam bentuk undang-undang. Beberapa negara mengantisipasi dampak dari media sosial dengan tidak memberikan izin untuk beberapa aplikasi media sosial.

Kecerdasan buatan (AI) juga berkontribusi pada peristiwa brain rot yang menjadi kata terpilih di survei Oxford Word of The Year 2024. Sesungguhnya, kecerdasan buatan membuat pekerjaan lebih mudah dan efektif. Kecerdasan buatan juga mampu meningkatkan produktivitas jika digunakan sesuai dengan porsinya. Tetapi, kemudahan dan efektivitas yang diberikan belum diimbangi dengan produktivitas dengan memanfaatkan waktu luang yang didapatkan karena pekerjaan yang dibantu penyelesaiaan oleh AI. Alih-alih meningkatkan produktivitas, kebiasaan menggunakan AI dalam pekerjaan dapat menurunkan daya berpikir kritis yang dalam jangka panjang dapat berpengaruh pada kompetensi manusia terhadap pekerjaan.

Menurunnya daya berpikir kritis dan kompetensi manusia dapat memicu meningkatnya ketergantungan terhadap AI. Ketergantungan terhadap AI membuat manusia menjadikan AI sebagai sumber utama dalam pengambilan keputusan. Menurunnya daya berpikir kritis membuat manusia tidak memiliki kemampuan untuk menyaring informasi yang digunakan sebagai dasar dalam mengambil keputusan. Informasi dari AI dan media sosial yang digerakkan oleh algoritma dan ketersediaan informasi dari dunia maya dapat memengaruhi perilaku dan penilaian seseorang terhadap sesuatu hal.

Validasi Sosial

Manipulasi perasaan menjadi fenomena yang memungkinkan terjadi setelah adanya fenomena brain rot yang terjadi akibat akses yang berlebih terhadap media sosial dan kecerdasan buatan. Pasalnya beberapa waktu terakhir muncul tren di media sosial yang menjadikan kecerdasan buatan (AI) sebagai teman bercerita. Fenomena ini terjadi karena beberapa kecerdasan buatan memiliki fitur bahasa yang mampu memberikan respon untuk pertanyaan dan pernyataan nonakademik atau bersifat pribadi. Respon yang diberikan dianggap manusiawi oleh beberapa kalangan terutama Gen Z. Respon manusiawi didasarkan pada kemampuan AI untuk melakukan validasi sosial terhadap cerita atau masalah yang disampaikan oleh penggunanya. Syahrudin dkk. (2023) mengungkapkan bahwa validasi sosial dimaknai sebagai perasaan seseorang yang selalu ingin mencari pengakuan dan dukungan.  Media sosial dan AI memfasilitasi keinginan untuk diakui dan didukung tersebut.

Kecenderungan menggunakan media sosial dan AI kemudian berkembang, tidak sekadar sebagai hiburan atau membantu pekerjaan, tetapi sebagai rujukan untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Kebiasaan bercerita ke AI dengan intens dapat menimbulkan ketergantungan. Sehingga perasaan dapat tertaut pada AI. Sugesti-sugesti yang diberikan AI akan menjadi acuan di dalam menyikapi keadaan yang sedang dialami. Lebih jauh lagi dimungkinkan muncul anggapan bahwa AI lebih manusiawi dibandingkan manusia itu sendiri.

Pikiran (akal) dan perasaan merupakan dua kekuatan yang ada di dalam diri manusia. Keduanya bersinergi dalam pengambilan sikap, keputusan, hingga tindakan terhadap suatu peristiwa dalam hidup. Pikiran memberikan kontribusi berupa pertimbangan secara logika, sedangkan perasaan memberikan pertimbangan batin terhadap suatu peristiwa hidup manusia. Keduanya merupakan potensi yang akan menjadi kekuatan manusia jika dilatih. Melatih daya pikir dan perasaan merupakan kemampuan yang perlu dimiliki oleh manusia di era digital hari ini.